10 Dasar Mengenal Ilmu Fiqih

elhijaz
elhijaz 11 Min Read

SEPULUH DASAR MENGENAL ILMU FIQIH

(مَبَادِئُ الْعَشَرَةِ لعِلْمِ الْفِقْهِ)

Ada beberapa pokok yang perlu diperhatikan saat memulai ilmu, itulah yang dikenal dengan mabâdi’ ‘asyarah, sebagaimana mana disebutkan pada sebuah bait, berikut:

إِنَّ مَبَادِئَ كُلِّ فَنٍّ عَشْرَة # اَلْحَدُّ وَالْمَوْضُوْعُ ثُمَّ الثَّمَرَة

Sesungguhnya setiap bidang ilmu itu memiliki sepuluh dasar pokok…

yaitu definisi, tema, buah hasilnya…

وَنِسْبَةُ وَفَضْلُهُ وَالْوَاضِع # وَالاِسْمُ الاِسْتِمْدَادُ حُكْمُ الشَّارِع

penisbatan, keutamaannya, penemuanya…

namanya, asal pengembangannya, dan hukumnya…

مَسَائِلُ وَالْبَعْضُ بِالْبَعْضِ اكْتَفَى # وَمَنْ دَرَى الْجَمِيْعَ حَازَ الشَّرَفَا

pembahasannya, sebahagian itu mencukupi sebagaian lainnya…

siapa saja yang bisa memenuhi keseluruhan tadi maka dia akan meraih kemuliaan.

Adapun 10 dasar pendahuluan sebelum kita mempelajari fiqih adalah sebagai berikut:

1. MAKNA FIQIH

a. Fiqih secara bahasa

Fiqih اَلْفِقْهُ ) ) dalam bahasa arab berasal dari beberapa kata bentukan sebagai berikut:

  • فَقِهَ – يَفْقَهُ : artinya adalah فَهِمَ yaitu memahami.
  • فَقَهَ – يَفْقُهُ : artinya adalah غَلَبَ فِي الْعِلْمِ yaitu mengungguli dalam sebuah ilmu.
  • فَقُهَ – يَفْقُهُ : artinya adalah صَارَ فَقِيْهًا, عَالِمًا yaitu menjadi seorang yang faqih atau berilmu[1].

Dari sini ulama bahasa mendefinisikan makna fiqih dengan pengertian yang berbeda-beda.

  • Ismail bin Hammâd Al-Juhariy –rahimahullah– wafat 393 H, dalam kitabnya menjelaskan bahwa:

( الفقه : الفهم ) “Fiqih artinya paham atau mengerti”[2].

2) Abul hasan Ahmad bin Fâris Ibn Zakariya Al-Qozwain (Ibnu Fâris) –rahimahullah– wafat tahun 395 H, menjelaskan dalam kitabnya:

اَلْفَاءُ والْقَافُ والْهَاءُ أَصْلٌ وَاحِدٌ صَحِيْحٌ، يَدُلُّ عَلَى إِدْرَاكِ الشَّيْءِ وَالعِلْمِ بِهِ))

“Huruf ف, ق, ه adalah asal shahih yang menunjukkan akan pengetahuan sesuatu “.

وَكُّلُّ عِلْمٍ بِشَيْءٍ فَهُوَ فِقْهٌ)) “Dan segala ilmu terhadap sesuatu disebut fiqih”[3].

3) Al-Hasan bin Muhammad bin Mufadhdhal yang dikenal dengan Ar-Ragib Al-Asfahaniy –rahimahullah- wafat 502 H, menjelaskan dalam kitabnya:

الفقه: هُوَ التَّوَصُّلُ إِلَى عِلْمٍ غَائِبٍ بِعِلْمٍ شَاهِدٍ))

“Fiqih adalah sebuah penghubung menuju ilmu ghaib dengan perantara ilmu yang bisa dinalar oleh panca indra”[4].

Maksudnya adalah sebuah pemahaman atau pengetahuan yang bisa membawa seseorang untuk memahami hakikat sesuatu yang ghaib seperti i’tiqad atau keyakinan.

Contohnya: Orang yang beriman adalah orang yang faqih (faham) terhadap ilmu yang nampak oleh mata yang bisa didengar oleh telinga seperti alqur’an hadits dan lainnya yang semua itu dilihat oleh iman mereka sehingga menghantarkan mereka kepada keyakinan terhadap hal ghaib seperti keyakinan terhadap rukun iman dan lainnya.

Namun lain halnya dengan orang munafiq yang tidak faqih (faham) dengan ilmu yang datang kepada mereka baik berupa ayat-ayat yang dibacakan maupun kejadian yang disaksikan, sehingga mereka tidak dapat memahami hakikat iman yang merupakan perihal ghaib atau tidak tampak.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

فَمَا لِهَؤُلَاءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُوْنَ حَدِيْثًا [النساء/78]

Artinya:

“Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) Hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?” (Q.S An-Nisa’:78)

وَلَكٍنَّ الْمُنَافِقِيْنَ لَا يَفْقَهُوْنَ [المنافقون/7[

Artinya:

“tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami” (Q.S Almunafiqun:7).

Kesimpulan definisi fiqih secara bahasa:

Dari paparan beberapa ulama ahli bahasa diatas maka bisa kita simpulkan makna fiqih jika tinjau dari segi bahasa adalah “Faham atau Mengerti” terhadap sesuatu secara umum. Jika ada yang mengatakan “sifulan Faqih dalam hal ini, berarti sifulan Faham dalam hal ini”.

b. Fiqih secara istilah

Adapun makna fiqih jika ditinjau secara istilah, Ulama mendefinisikan sebagai berikut;

  1. اَلْفِقْهُ اَلْعِلْمُ الدِّيْنِيَّةُFiqih adalah Ilmu agama.

Yaitu ilmu agama yang mencakup ilmu fiqih, aqidah, akhlak, ibadah dan muamalah secara umum. Definisi ini mashur pada masa awal perkembangan ilmu fiqih. Diantara ulama yang mendefinisikannya adalah Imam Abu Hanifah, Sehingga beliau menulis kitab yang diberi judul al-Fiqhu al-Akbar ( اَلْفِقْهُ اْلأَكْبَرُ ), padahal kitab tersebut adalah kitab aqidah.

  1. اَلْفِقْهُ الْعِلْمُ بِالْأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ الْعَمَلِيَّةِ الْمُكْتَسَبِ مِنْ أَدِلَّتِهَا التَّفْصِيلِيَّة

(Fiqih adalah Ilmu tentang hukum-hukum syariat[5] dan pengamalan yang diperoleh dari dalil-dalil yang rinci).

Definisi ini lahir seiring berkembangnya zaman dan keilmuan, sehingga Fiqih menjadi ilmu yang berdiri sendiri dan terpisah dari ilmu lainnya dari ilmu aqidah, ibadah, muamalah, akhlak dan lainnya. Definisi ini disandarkan kepada Imam Syafi’i yang kemudian menjadi masyhur dikalangan ulama setelahnya[6].

Penjelasan definisi

( الْفِقْهُ الْعِلْمُ – بِالْأَحْكَامِ – الشَّرْعِيَّةِ – الْعَمَلِيَّةِ – الْمُكْتَسَبِ – مِنْ أَدِلَّتِهَا – التَّفْصِيلِيَّةِ)

Untuk lebih memahami makna fiqih secara istilah diatas mari kita rinci definisi tersebut kata perkata.

  • الْأَحْكَامِ (Ahkam) adalah bentuk jamak dari hukum,

Yang dimaksud hukum disini adalah penetapan ataupun peniadaan suatu perkara.

contoh:

  • ” Shalat lima waktu adalah wajib ” maka ungkapan ini merupakan penetapan akan wajibnya shalat.
  • ” bersiwak itu tidak wajib” maka perkataan ini merupakan peniadaan/penafian wajibnya siwak.
  • الشَّرْعِيَّة (Syar’iyah) adalah sesuatu yang dipahami berdasarkan syariat, karena hukum terhadap sesuatu ada yang dilandaskan berdasarkan akal, panca indra dan syariat .

Contoh:

  • Yang berdasarkan akal: jika kita katakan ” empat adalah separuhnya delapan ” ungkapan ini dapat dihukumi oleh akal.
  • Yang berdasarkan panca indra: jika kita katakan ” api itu panas dan es itu dingin ” ungkapan ini dapat dihukumi oleh peraba atau panca indra.
  • Yang berdasarkan syariat: seperti wajibnya shalat, tidak wajibnya siwak. Maka yang demikian dihukumi oleh syariat.
  • الْعَمَلِيَّةِ (amaliyah) adalah perbuatan.

Amaliyah merupakan bagian dari syariat yang berkaitan dengan perbuatan hamba seperti wajibnya shalat, mubahnya jual beli. Kata “amaliyah” inilah yang menjadi kunci pengikat pada definisi diatas, sehingga terpisah dari ilmu akidah, ahlak, dan lainnya.

  • الْمُكْتَسَبِ (al-Muktasab) yang dipelajari.

Maksudnya adalah hukum-hukum syariat amaliyah tersebut diperoleh dengan dipelajari atas dasar atau landasan.

  • اَلْأَدِلَّةُ(adillah bentuk jamak dari dalil).

Dalil adalah sesuatu yang menunjukkan kepada apa yang dicariاَلْمُرْشِدْ إِلَى اْلمطْلُوْبِ) )[7].

Maksudnya adalah sesuatu yang bisa menghantarkan seseorang kepada apa yang dia tuju sebagai pembenaran dalam dasar pijakannya terhadap sebuah perkara.

Misalnya, Sabda Rasulullah كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ seluruh yang memabukkan itu haram[8], maka Sabda Beliau Adalah dalil atau sesuatu yang menunjukan pembenaran akan haramnya sesuatu yang memabukkan[9].

  • التَّفْصِيلِيَّة (terperinci).

Misalnya, jika kita katakan: syarat sahnya wudhu adalah niat, dengan dalil

“إنما الأعمال بالنيات”

Disini kita telah jelaskan sebuah hukum niat, dan telah kita sebutkan dalilnya dengan rinci.

Namun jika kita berkata: siapa saja yang beramal, sementara syaratnya tidak terpenuhi maka amalannya batil, karena Rasulullah bersabda: “siapa saja yang melakukan amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami maka tertolak”, pembahasan Ini lebih cenderung kepada usul fiqih, karena berhubungan dengan ungkapan yang bersifat umum yang merupakan bagian dari kaidah fiqhiyah[10].

Kesimpulan definisi fiqih secara istilah:

Fiqih adalah Salah satu cabang ilmu agama yang mempelajari tentang hukum-hukum syariat dan pengamalannya yang didasari dengan dalil yang rinci, seperti hukum bersuci, shalat, zakat, puasa, haji dan lainnya.

Sehingga fiqih merupakan ilmu yang berdiri sendiri dari ilmu lainnya seperti;

  • Keyakinan kepada Allah, iman, tauhid, pembatal keislaman, kesyirikan dan semisalnya maka ini masuk kedalam ilmu Aqidah.
  • Menjaga lisan, tutur kata, tingkah laku yang baik, menghormati tamu tetangga dan semisalnya maka ini masuk kedalam ilmu adab atau akhlaq.
  1. Tema Fiqih

Segala bentuk perbuatan mukallah berkait hal-hal yang dibebankan padanya seperti shalat, puasa, zakat, haji, jinayat, qishas dll.

  1. Faidah Mempelajari Ilmu Fiqih: a. Memahami hukum-hukum dengan dasar ilmu hingga mampu melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya, atau menjauhi apa yang diharamkan, atau hal-hal yang dimakruhkan ataupun dimubahkan baginya. b. Membentengi diri dari pemikiran-pemikiran yang mempengaruhi syariat islam, dan membantah pemikiran yang menyerang islam.[11]
  2. Keutamaan Ilmu Fiqih

Keutamaannya sesuai dengan faidah tersebut diatas.

  1. Penisbatannya

Ilmu fiqih dinisbatkan penjelasan ilmu din secara umum.

  1. Dasar Pengembangan Ilmu Fiqih

Ilmu Al-Qur’an, Ilmu Hadits, Ijma’, Qiyas, ilmu Bahasa dan lainnya.

  1. Penyusun Ilmu Fiqih

Imam-imam mujtahid terdahulu.

  1. Cakupan pembahasan ilmu Fiqih

Seluruh hal yang terkait dengan hukum syariat seperti , thaharah, shalat hingga permasalahan jihad dll.

  1. Namanya adalah ilmu Fiqih
  1. Hukum mempelajari ilmu Fiqih

Terbagi menjadi fardhu ‘ain dan kifayah. Hal-hal yang menjadi tanggung jawab pribadi seorang muslim seperti shalat, puasa, zakat dan semisalnya maka hukum mempelajarinya adalah wajib ain. Adapun selebihnya yang bersifat spesifik seperti faraid dan semisalnya maka hukumnya fardhu kifayah.[12]

Allahu Ta’âla A’lam

Ditulis oleh:
Imron Rosyid Astawijaya
Pengasuh Ma'had EL-HIJAZ (Islamic and Arabic School)
Ciracas, JAKARTA TIMUR

____________________________

[1] Muhammad Ibn Ya’qûb Al-Fayrûz Âbâdiy –rahimahullah– wafat tahun 817 H, al-Qâmus al-Muhith (Kairo: Dâr al-Hadits, Cet. 2008 M) hal. 1260.

[2] Lihat kitab beliau: ash-Shihah Tâju al-Lughah wa Shihâh al-‘Arabiyah (Kairo: Dâr al-Hadits, Cet. 2009 M) hal. 896.

[3] Lihat kitab beliau: Maqâyîsu al-Lughah (Kairo: Dâr al-Hadits, Cet. 2008 M) hal. 717.

[4] Lihat kitab beliau: al-Mufradat Fi Gharîb Al-Qur’an (Kairo: Dâr al-Hadits, Cet. 2012 M) hal. 423.

[5] Seperti pembahasan tentang bersuci, shalat, zakat, nikah, jihad dll.

[6] Prof. Dr. Wahbah az-Zuhailiy, al-Fiqhu al-Islâmiy wa Adillatuhâ (Kairo: Dâr al-Fikr, Cet. 2008 M.) hal. 31, Juz 1.

[7] Lihat: Imam al-Haramain Abdulmalik bin Abdillah bin Yusuf Al Juwainiy Asy Syafi’i, al-Waraqât (Kairo: Maktabah Ibnu Taimiyah, Cet. II 1415 H) hal. 7.

[8] Hadits dikeluarkan oleh Imam Muslim no. 2003.

[9] Lihat: Abdullah bin Shalih al-Fauzan, syarhu al-Waraqât (Riyadh: Dâr al-Muslim, Cet. III 2003 M) hal. 54.

[10] Lihat: Syaikh Muhammad bin Shalih bin ‘Utsaimin, Syarah al-Usûl Min Ilmi al-Usûl (Kairo: Dâr al-‘Aqidah, Cet. 1) hal. 18.

[11] Dr. Ibrahim ‘Atha’ Sya’bân dan Dr. Faruq Abdul’alîm, Mudzakkarah fi at-Ta’rîf bi al-Fiqhi al-Islâmiy, (LIPIA: Jakarta) hal. 4.

[12] Ibid, hal. 5.

Share This Article