KERASNYA HATI (ciri-ciri, sebab dan pengobatannya)

0
7905
kerasnyahati-elhijaz

KERASNYA HATI

[Ciri-ciri, sebab dan pengobatannya]

Ketahuilah –semoga Allah merahmati kita-, bahwasanya diantara kenikmatan yang Allah berikan kepada kita adalah hati yang lunak.

Karena tidaklah sebuah hati jika lunak dan luluh kepada Allah kecuali dia akan berada dalam kenikmatan saat berlomba-lomba kepada kebaikan dan ketaatan. Mereka selalu berupaya untuk lebih dekat dengan ketaatan dan kecintaan kepada Allah serta menjauhi maksiat dan sesuatu yang tidak disukai oleh Allah.

Hati yang lunak ini akan selalu hidup dalam ketenangan, ketentraman dengan keimanan mereka. Karena setiap mengingat Allah akan bergetar hati mereka dan jika dibacakan ayat-ayat Allah akan bertambah keimannya.

Allah berfirman:

{إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ}

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal” (Q.S Al-Anfal[8]:2)

Adapun hati yang keras membuat seorang hamba menjadi malas untuk melakukan ketaatan kepada Allah, menjadi malas untuk melakukan perbuatan yang baik.

Hati yang keras membuat seorang insan terikat sepenuhnya dengan angan-angan dunia hingga dia lupa terhadap akhiratnya.

Hati yang keras membuat hidup seseorang terasa gelap mencekam, meskipun secara dhahir dia berada di tengah gemerlapnya hidup bergelimang kenikmatan dunia.

Dan tidaklah seorang hamba yang hatinya keras kecuali dia berada pada sebuah ancaman kemurkaan dan adzab Allah.

Allah berfirman:

{فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ أُولَئِكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ}

“… Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah, mereka berada dalam kesesatan yang nyata” (Q.S Az-Zumar[39]:22)

Syaikh as-Sa’dîy –rahimahullah– berkata:

أَي: لَا تَلِيْنُ لِكِتَابِهِ، وَلَا تَتَذَّكَّرُ بِآيَاتِهِ، وَلَا تَطْمَئِنَّ بِذِكْرِهِ، بَل هِيَ مُعْرِضَةٌ عَنْ رَبِّهَا، مُلْتَفِتَةٌ إِلَى غَيْرِهِ، فَهَؤُلَاءِ لَهُمْ الْوَيْلُ الشَّدِيْدُ، وَالشَّرُّ الْكَبِيْرُ.[1]

“Maksudnya adalah hati yang tidak bisa luluh lembut dengan Al-Qur’an, tidak bisa mengambil peringatan dari ayat-ayat Allah, dialah hati yang tidak bisa tenang dengan dzikir kepada Allah, bahkan dia adalah hati yang berpaling dari tuhannya kepada selainNya. Merekalah yang mendapat ancaman kecelakaan yang parah dan keburukan yang besar”

Begitulah hati yang keras, keras seperti batu bahkan lebih keras lagi, Allah berfirman:

{ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً}

“kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi….” (Q.S Al-Baqarah[2]:74)

Al-Imâm al-Qurtûbîy –rahimahullah– berkata:

اَلْقَسْوَةُ: اَلصَّلَابَةُ وَالشِّدَةُ وَالْيَبِس، وَهِيَ عِبَارَةٌ عَن خلوِّهَا مِنَ الْإِنَابَةِ وَالإِذْعَانِ لِآيَاتِ اللهِ تَعَالَى.[2]

Maksudnya adalah keras bersangatan dan kering, ini merupakan sebuah ungkapan yang menggambarkan hampanya hati dari kembali dan tunduk kepada ayat-ayat Allah.”

CIRI-CIRI KERASNYA HATI:

  1. Malas untuk melakukan ketaatan dan amal kebaikan atau meremehkannya, sehingga jika dia melakukannya maka dia melakukannya tanpa khusu’ dan tuma’ninah karena hal itu adalah sesuatu yang paling berat baginya.
  2. Tidak lagi merasa tersentuh saat mendengar ayat-ayat Al-Qur’an, baik ayat-ayat janji kenikmatan atau ayat-ayat ancaman siksa. Bahkan sudah lalai membaca Al-Qur’an.

Padahal Allah berfirman:

{فَذَكِّرْ بِالْقُرْآنِ مَنْ يَخَافُ وَعِيدِ}

“Maka beri peringatanlah dengan Al Quran orang yang takut dengan ancaman-Ku.” (Q.S Qâf [50]:45)

  1. Terlalu mengedepankan dunia daripada akhirat, sehingga material menjadi barometer hidupnya, karena dunia sudah menjadi keinginan terbesar dalam dirinya.
  2. Tidak ada pengagungan terhadap Allah dalam hatinya. Telah hilang sensifitasnya terhadap kebenaran dengan amar ma’ruf dan kebatilan dengan nahi munkar. Dia tidak peduli lagi apakah yang dilakukannya merupakan maksiat dan yang di haramkan oleh syariat.
  3. Selalu merasa hidup yang mencekam, gelap, hampa, hati yang sempit, stres yang terus menerus serta tidak ada ketenangan dalam hidupnya.

SEBAB-SEBAB KERASNYA HATI:

  1. Sering melakukan maksiat dan apa saja yang diharamkan.

Ini karena sebuah maksiat, akan membuka jalan maksiat lainnya. Begitulah terus tanpa sadar pelaku maksiat akan berkesinambungan menoreh noda dosa satu persatu hingga hatinya bebal dengan dosa dan tak peduli kepada keagungan Allah.

Rasulullah –صلى الله عليه وسلم- bersabda:

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيْئةً، نُكِتَتْ فِيْ قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ، فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ، وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيْهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَه، وَهُوَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَر الله:

{كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ}

رواه الترمذي, وقال حديث حسن صحيح

“Sesungguhnya seorang hamba jika melakukan satu dosa maka akan ditorehkan dihatinya satu noda hitam, jika dia berhenti dari dosa itu dan beristigfar serta bertaubat maka hatinya kembali bening. Dan jika mengulanginya lagi maka akan ditambahkan noda hitam hingga menutupi hatinya. Inilah maksud penutup (الران) dalam firman Allah: “sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka” (Q.S Al-Muthafifîn [83]:4). (HR. At-Tirmidziy)

  1. Lalai.

Lalai dari belajar agama, lalai dari mengamalkan ilmu, lalai dari dakwah dan saling menasihati dalam kebenaran. Kelalaian inilah yang menyebabkan hati mengeras serta menutup segala pancaindera untuk menerima petunjuk.

Allah berfirman:

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

“dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai” (Q.S Al-A’raf[7]:179)

Ibnu al-Qayyim –rahimahullah- berkata:

فَمَنْ كَانَت الغَفْلَةُ أَغْلَبَ أَوَقَاتِهِ كَانَ الصَّدأُ مُتَرَاكِبًا عَلَى قَلْبِهِ وَصَدأُهُ بَحَسَبِ غَفْلَتِهِ وَإِذَا صَدِئَ الْقَلْبُ لمَ تَنْطَبِعْ فِيْهِ صُوَر الْمَعْلُومَات عَلى مَا هِيَ عَلَيْهِ فَيَرَى الْبَاطِلَ في صورةِ الحَقِّ والْحَقَّ في صُورَةِ الْبَاطِلِ لِأَنَّهُ لَمَا تَرَاكَمَ عَلَيْهِ الصَّدأُ أَظْلَمَ فَلَمْ تَظْهَرْ فِيهِ صُورةُ الحَقَائِقِ كَمَا هِيَ عَلَيْهِ فَإِذَا تَرَاكَمَ عَلَيْهِ الصَّدأُ وَاسْوَدَّ وَركِبَهُ الرَان فَسَدَ تَصَوُّرُهُ وَإِدْرَاكُهُ فَلَا يَقْبَلُ حَقًّا وَلَا يُنْكِرُ بَاطِلًا وَهَذَا أَعْظَمُ عُقُوْبَاتِ اْلَقلْبِ, وَأَصْلُ ذَلِكَ مِن اْلغَفْلَةِ وَاتِّبَاعِ الْهَوَى فَإنَّهُمَا يَطْمِسَانِ نُوْرَ الْقَلْبِ وَيُعْمِيَانِ بَصَرَهُ قَالَ تَعالى : {ولا تطع من أغفلنا قلبه عن ذكرنا واتبع هواه وكان أمره فرطا}[3]

“siapa saja yang waktunya didominasi dengan kelalaian maka karat akan menumpuk di hatinya, dan karatnya sesuai dengan kelalaiannya, jika hati sudah berkarat maka dia tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan keadaannya, hingga ia melihat sesuatu yang batil menjadi hak dan melihat yang hak menjadi batil, karena setiap kali karat menumpuk di hatinya maka semakin gelap dan tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan hakikatnya. Jika karat telah menumpuk dan menghitam serta tertutup hatinya maka rusaklah nalarnya dan tidak bisa lagi menerima kebenaran juga tidak akan mengingkari kebatilan, dan ini merupakan bencana terbesar bagi hati. Asal dari semua itu adalah kelalaian dan mengikuti hawa nafsu, sesungguhnya keduanya ini menghapus cahaya hati dan membutakan pandangannya. Allah berfirman: “… janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (Q.S Al-Kahfi[18]:28)

  1. Diperbudak dunia.

Ada diantara manusia yang seluruh waktunya ditumpahkan untuk memikirkan dunia, saat terjaga hingga tidur pikirannya dan bahan pembicaraannya tidak lain hanya seputar dunia, harta dan uang. Seolah-olah hidupnya tercipta hanya untuk uang.

Rasulullah bersabda dengan mencela para budak dunia ini;

تَعِسَ عَبْدُ الدِّيْنَارِ تَعِسَ عَبْدُ الدِّرْهَمِ، تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيْصَةِ تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيْلَةِ إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ (رواه البخاري)

“Celakalah budak dinar, celakalah budak dirham, celakalah budak khamisah dan khamilah (sejenis pakaian yang terbuat dari wool/sutera). Jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah” (HR. Bukhari).

Dalam hadits ini Nabi mendoakan celaka bagi budak dinar dan yang lainnya. Seseorang disebut “budak dinar” dan “budak dirham” karena dia melakukan berbagai amal perbuatannya hanya semata-mata mencari harta benda. Seandainya tidak ada harta yang bisa diraih, maka dia tidak akan beramal. Harta bendalah yang menjadikan motivasinya untuk beramal.

Kondisi seperti ini akan menjerumuskan seseorang kepada penyakit wahn yaitu cinta dunia dan benci kematian, sebagaimana sabda Rasulullah:

يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا. فَقَالَ قَائِلٌ: وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ: بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِى قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ. فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهَنُ قَالَ: حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ. (رواه أبو داود و أحمد)

“Hampir saja para umat (yang kafir dan sesat, pen) mengerumuni kalian dari berbagai penjuru, sebagaimana mereka berkumpul menghadapi makanan dalam piring”. Kemudian seseorang bertanya,”Katakanlah wahai Rasulullah, apakah kami pada saat itu sedikit?” Rasulullah berkata,”Bahkan kalian pada saat itu banyak. Akan tetapi kalian bagai sampah yang dibawa oleh air hujan. Allah akan menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam hati kalian ’Wahn’. Kemudian seseorang bertanya,”Apa itu ’wahn’?” Rasulullah berkata,”Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Abu Daud no. 4297 dan Ahmad 5278).

  1. Banyak bercanda dan tertawa.

Tertawa dan bercanda merupakan tanda dari rasa senang atau bahagia, namun jika itu melebihi batas akan menyebabkan matinya hati.

Rasulullah –صلى الله عليه وسلم- bersabda:

وَلاَ تُكْثِرِ الضَّحِكَ ، فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ (رواه الترمذي و أحمد و البيهقي)

“Janganlah banyak tertawa, karena banyak tertawa itu mematikan hati” (HR. at-Tirmidzîy, Ahmad dan al-Baihaqîy)

CARA MENGOBATI HATI YANG KERAS:

  1. Memperbanyak taubat, dzikir dan istigfar.

Yaitu dengan meninggalkan maksiat, menyesalinya dan bertekad tidak akan mengulanginya. Lakukanlah hal ini dengan sungguh-sungguh, tumpahkan deraian air mata dengan penyesalan dan penuh harapan maka niscaya akan meluluhkan kerasnya hati kita.

Allah berfirman:

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ}

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Rabb Kami, sempurnakanlah bagi Kami cahaya Kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S At-Tahrîm[66]:8)

Allah juga berfirman:

{إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلاً صَالِحاً فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَحِيماً}

“kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S Al-Furqân[25]:70)

Rasulullah –صلى الله عليه وسلم- bersabda:

إِنَّ الإِسْلَامَ يَهْدمُ مَا كَانَ قَبْلَهُ.(رواه مسلم).

“Sesungguhnya Islam menghapus (dosa) yang terdahulu” (HR. Muslim)

Begitu pula dengan berdzikir kepada Allah, ini akan meleburkan hati yang keras membatu. Telah datang seseorang kepada al-Hasan al-Bashrîy mengadukan perihal kerasnya hatinya.

Maka beliau berkata:

“أَذِبْه بالذكر”[4]

“leburlah kerasnya hati itu dengan berdzikir”

Adapun Ibnu al-Qayyim –rahimahullah- berkata:

صَدْأُ القَلْبِ فِي أَمْرَيْنِ: بِاْلغَفْلَةِ وَالذَّنْبِ، وَجَلَاؤُهُ بِشَيْئَيْنِ: اَلْاِسْتِغْفَارِ وَالذِّكْرِ[5].

“Berkaratnya hati itu karena dua perkara: kelalaian dan dosa, dan bersihnya hati dengan dua hal: istigfar dan dzikir”

  1. Membaca Al-Qur’an dan mentadabburinya.

Ini akan dapat meluluhkan hati kita yang keras, bahkan akan mengokohkan keimanan direlung hati yang paling dalam.

Allah berfirman:

{اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ}

“Allah telah menurunkan Perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah….” (Q.S Az-Zumar[39]:23)

  1. Mengenal Allah lebih dekat.

Bagaimana mengenal Allah dengan sungguh-sungguh. Karena semakin kita mengenal siapa Allah, maka hati kita semakin lunak, dan semakin kita tidak tahu siapa Allah maka hati kita akan semakin keras. Tentunya hal ini dengan belajar ilmu agama, atau mendengarkan pengajian atau nasihat-nasihat dari kalangan yang berilmu.

Allahu Ta’ala A’lam

Disusun oleh: Ust. Imron Rosyid Astawijaya
Pengasuh EL-HIJAZ Islamic And Arabic School, Jakarta Timur

[1] Abdurrahmân Nâshir as-Sa’dîy, Taisîr al-Karîm ar-Rahmân fi Tafsîr kalâm al-Mannân, (Beirut: Dâr Ibnu Hazm, cet. 2003) h.689.

[2] Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshârîy al-Qurtubîy, Al-Jâmi’ li ahkâmi Al-Qur’ân, (Kairo: Dâr al-Hadîts, cet. 2010) h. 417, Jilid 1.

[3] Syamsuddîn Abu Abdillah Muhammad bin Abu Bakr Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, al-Wâbil ash-Shaib wa Râfi’u al-Kalimi at-Tayyib, (Mekah: Dâr ‘Âlam al-Fawâid, cet. 4, 1437 H) h. 92.

[4] Syamsuddîn Abu Abdillah Muhammad bin Abu Bakr Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, Raudhatu al-Muhibbîn wa Nuzhatu al-Musytâqîn, (Kairo: Dâr Ibnu al-Jauzîy, cet. 2006) h. 106.

[5] Syamsuddîn Abu Abdillah Muhammad bin Abu Bakr Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, al-Wâbil ash-Shaib wa Râfi’u al-Kalimi at-Tayyib, (Mekah: Dâr ‘Âlam al-Fawâid, cet. 4, 1437 H) h. 92.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here