Allah memerintahkan kita untuk menjauhi prasangka
Ketahuilah –semoga Allah merahmati kita-, bahwasanya Islam adalah agama yang menyeru kepada husnudzhan dan menjauhi su’udzhan kepada saudaranya.
Karena hakikat keadaan seseorang hanya Allah saja yang dapat mengetahuinya, oleh karenanya Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan pra-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari pra-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Q. S Al-Hujurat[49] :12)
Selaras dengan ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم ، قَالَ: إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ ، فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ ، وَلاَ تَحَسَّسُوا ، وَلاَ تَجَسَّسُوا ، وَلاَ تَحَاسَدُوا ، وَلاَ تَدَابَرُوا ، وَلاَ تَبَاغَضُوا ، وَكُونُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا.
Dari Abi Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘Alaihi wa sallam beliau bersabda: “Janganlah kalian berprasangka, karena sesungguhnya prasangka adalah perkataan yang paling dusta, Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (H.R Bukhari dan Ahmad)
Teks ayat dan hadits di atas menjelaskan sebuah point yang sangat penting untuk kita pelajari dari sebuah adab dan akhlak dalam bersosial.
Ialah bahwa su’udzhan akan membawa seseorang kepada sempitnya dada dan kegelisahan yang berujung kepada putusnya hubungan silaturahim dan permusuhan.
Sebaliknya bahwa husnudzhan dapat membuat hati seseorang menjadi lapang, tenang dan bahagia, selamat dari prasangka yang membuat jiwanya letih, gelisah dan gundah dengan sesuatu yang tidak pasti.
Oleh karenanya ayat tersebut mengandung unsur larangan dari su’udzhan.
Dan yang dimaksud dengan su’udzhan di sini adalah sebuah prasangka yang dipelihara atau dituruti oleh jiwa, adapun prasangka atau sebuah perkiraan yang datang kemudian segera ditepis maka hal ini merupakan fitrah yang tidak terelakkan oleh seseorang.
Artinya adalah janganlah engkau perturuti prasangka-prasangka itu tanpa bukti yang kuat, terutama jika prasangka itu kepada seorang muslim yang dikenal dengan kebaikannya. Karena hukum asal seorang muslim itu baik dan dilarang untuk berburuk sangka kepada orang-orang yang dikenal dengan kebaikannya.
Allah menutup pintu celah menuju su’udzhan
Untuk menutup celah su’udzhan ini Allah memerintahkan kita untuk mengklarifikasi berita atau sesuatu yang belum jelas kebenarannya. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Q.S Al-Hujurat[49]:6)
Ketahuilah –semoga Allah merahmati kita- bahwa permasalahan prasangka ini sangatlah besar dan berbahaya jika tidak kita pahami, yang oleh pentingnya masalah ini Allah menjelaskannya dalam Al-Qur’an dan hadits nabiNya.
Berapa banyak su’udzhan memutus hubungan antara orang-orang yang saling mencintai, bahkan hingga menjerumuskan mereka kedalam permusuhan?
Kiat-kiat untuk selalu husnudzhan
Ketahuilah –semoga Allah merahmati kita- bahwasanya untuk memujudkan husnudzhan sangatlah membutuhkan usaha, kerja keras dan kesungguhan.
Dikarenakan selain jiwa ini menyeru kepada keburukan, juga setan yang mengalir dalam darah manusia tiada henti berusaha untuk menggiring kita kepada dosa dan kehancuran.
Diantara kiat-kiat agar kita selamat dari su’udzhan:
- Berusaha selalu mencintai dan memuliakan orang lain serta berusaha memandang orang lain jauh lebih baik dari diri kita. Sehingga tiada setitik kebencian dalam hati kita kepada mereka, karena setitik kebencian itu akan dapat melahirkan prasangka buruk.
- Selalu mengambil dan menerima udzur atau alasan dari orang lain, Ibnu Sirin berkata: “Jika sampai suatu perkara tentang saudaramu maka cari dan terimalah udzur atau alasannya, jika engkau tidak mendapatkan udzur atau alasannya maka katakan pada dirimu sendiri: mungkin dia memiliki udzur atau alasan yang aku tidak mengetahuinya.”
- Selalu mengingat bahaya yang ditimbulkan dari su’udhzan diantara dosa, kerusakan dan siksa Allah yang akan ditimpakan.
- Selalu introspeksi diri dan menghindari sifat suka menghukumi seseorang. Karena hal ini membawa kita kepada berprasangka dan mengorek-ngorek aib orang lain.
Abu Hatim bin Hibban al-Bustiy berkata:
“Wajib hukumnya bagi seorang yang berakal untuk selalu menjaga keselamatan dirinya dengan menghindar dari mengorek aib orang lain dan dengan menyibukkan dirinya untuk mencari aib diri sendiri, karena hal ini akan membuat badan kita nyaman dan hati menjadi tentram. Karena setiap kali seseorang mengetahui aibnya sendiri, maka saat itu pula dia melihat saudaranya jauh lebih baik darinya hingga dia mudah menerima udzur saudaranya”.
Semoga Allah selalu menjaga kita dari buruknya su’udzhan serta segala keburukan yang merusak hati kita. Amin.
Disadur dari:www.saaid.net/Doat/hamesabadr/201.htm, 07.39 WIB, 02/12/2018.
Penerjemah: Imron Rosyid Astawijay