“PAK MAD TAMIN” (Kisah inspiratif seorang tukang becak yang menghantarkan ketiga putrinya menjadi sarjana)

elhijaz
elhijaz 6 Min Read

“Saya tidak pernah mengeluhkan biaya sekolah anak-anak saya…”

Begitulah, sebuah pernyataan yang lahir dari kekuatan jiwa seorang ayah.

Sosoknya biasa saja, penampilan apa adanya dan sikap yang polos serta keluguannya menunjukkan bahwa dia memang berasal dari desa yang tak mengenal status pendidikan atau terasing dari istilah tingkat sosial .

Namun hal itu tidak menafikan keistimewaan yang tersembunyi di balik kehidupnya dari sifat luhur yang patut menjadi teladan dan sebuah pelajaran yang tinggi.

Dialah seorang kakek yang berusia lebih dari tujuh puluh tahun, namun energic gerak dan bahasa tubuhnya membuat kami terkagum akan kondisi fisik yang terbilang kuat di usianya.

“Pak Mat Tamin…”,

Begitulah kebanyakan orang menyapanya, sebuah panggilan dari nama lengkap Muhammad Tamin.

Sungguh dengan mengenalnya merupakan anugerah besar yang Allah berikan kepada kami hingga menjadi sebuah pengalaman berharga untuk dapat banyak belajar bagaimana seseorang menapaki pahit ketir ataupun manisnya panggung kehidupan ini.

Di sela-sela istirahat atau dalam kesempatan lainnya kami sering melakukan percakapan dengan beliau, karena memang tak jarang kami bersama-sama dalam melaksanakan rutinitas harian.

Pak Tamin, Taukah kita apa profesi yang menjadi sandaran hidup dan kehidupan keluarga beliau?

Semenjak muda pak Tamin hanya seorang tukang becak, yang banyak orang memandang sebelah mata profesi ini.

Dengannya beliau dapat mengganjal perut dari lapar serta menegakkan atap rumah sebagai tempat peristirahatannya hingga beliau mampu mengantarkan ketiga putrinya menjadi sarjana.

Banyak sekali kami ajukan pertanyaan kepada beliau terkait latar belakang keluarga, pendidikan dan perjalanan hidupnya secara umum (tentunya dengan menggunakan bahasa Madura karena beliau memang berasal dari salah satu desa di sana dan terkendala untuk berkomunikasi dengan bahasa Indonesia).

Ada beberapa point-point berharga dari percakapan yang kami lakukan bersama beliau.

Suatu ketika kami bertanya kepada beliau: “Bapak dulu pernah sekolah?”

Beliau menjawab: “Pernah, waktu itu masih SR (sekolah rakyat) namun hanya dua tahun saja”.

Kami bertanya: “Kenapa pak?”

Beliau menjawab: “Waktu itu kondisi saya tidak memungkinkan, saya seorang yatim piatu. Bahkan saya tidak tahu siapa bapak saya, karena bapak saya meninggal dan belum sempat bertemu dengan saya. Kondisi itu menuntut saya bekerja untuk memenuhi segala kebutuhan”.

Beliau menyambung jawabannya: “iya, saya bekerja apa saja yang bisa menghasilkan uang, hingga akhirnya di waktu dewasa saya memiliki pekerjaan tetap yaitu berprofesi sebagai tukang becak”.

Kamipun menyambung pertanyaan: “setelah jadi tukang becak bapak buka usaha bisnis atau yang lainnya pak?”

Beliau menjawab: “gak ada lagi, pekerjaan saya ya hanya narik becak. Tapi sekarang tidak lagi karena sudah tua dan dilarang oleh anak-anak”.

Ternyata beliau memiliki tiga orang putri yang saat ini hampir keseluruhannya berprofesi sebagai guru.

Kami bertanya bagaimana cara beliau hingga mampu menyekolahkan putri-putrinya dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan itu.

Beliau menjawab: “Saya tidak pernah mengeluh tentang biaya sekolah anak-anak saya, setiap kali anak saya minta uang untuk biaya mereka saya katakan padanya iya uangnya ada. Yang penting mereka semangat belajar”

Kami bertanya: “berarti di jauh-jauh hari bapak sudah siapkan tabungan untuk biaya pendidikan anak-anak bapak?”

Beliau menjawab: “ya enggak, wong saya bukan pegawai negeri atau pengusaha, saya kan tukang becak yang dapat… ya dimakan, gak dapat … ya ditahan…”

Kami bertanya lagi: “lho kok bisa? Kan bapak bilang setiap kali anak minta uang sekolah bapak bilang iya uangnya ada?”

Sambil tertawa beliau menjawab: “Iya karena saya yakin pasti ada, tapi ya saya cari dulu heee.., Alhamdulillah selalu ada.”

“yang penting kita usaha, dan jangan pernah membuat patah semangat anak dengan kita mengeluh nggak punya biaya atau uang gak ada…itu kan sudah tanggung jawab orang tua…ya saya usaha dengan menarik becak saya, klo sudah rezeki Allah pasti akan kasih”

Sungguh ini adalah prinsip orang-orang yang berjiwa besar, renungkanlah:

“Seorang tukang becak yang memiliki perhatian besar terhadap pendidikan anak-anaknya, tiada kata menyerah dan tiada pernah mengeluh hingga seluruh putrinya meraih gelar sarjana”.

Kami tertegun seraya mengambil ibrah, mungkin kemuliaan tersebut sebagai sebab beliau menjadi salah satu tamu Allah di musim yang mulia untuk menunaikan ibadah haji.

Betul…, percakapan ini berawal dari pertemukan kami dengan beliau, di sebuah kamar hotel wilayah Aziziyah yang menjadi salah satu pemondokan jama’ah haji Indonesia dimana kebetulan kami tinggal bersama beliau.

“Ya, dialah Pak Mad Tamin tukang becak naik haji”

Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari beliau agar selalu tegar semangat tinggi, pantang mengeluh apalagi menyerah untuk memperhatikan pendidikan putra-putri kita.

Ingat kata Pak Mad Tamin: “Ya, uangnya ada….(gak tahu nanti dapat dari mana, yang penting jangan buat anak patah semangat belajar dikarenakan kita mengeluhkan biayanya)”.

Penulis: Imron Rosyid Astawijaya.
Pengasuh EL-HIJAZ Islamic And Arabic School
Ciracas, JAKARTA TIMUR
Share This Article